RSS
Welcome to my Blog... Enjoy reading .... - Dee - :)

Tuesday, May 20, 2008

Why are millions losing out on their childhood …. ???


The rights of millions of children are being denied everyday.

Childhood is the time for children to be in school and at play, to grow strong and confident with the love and encouragement of their family and an extended community of caring adults. It is a precious time in which children should live free from fear, safe from violence and protected from abuse and exploitation. As such, childhood means much more than just the space between birth and the attainment of adulthood. It refers to the state and condition of a child’s life, to the quality of those years.

Every child shall be entitled to live, grow, develop and participate normally in society in accordance with his/her dignity as a human being, and to protected against violence and discrimination. ( Chapter III, Article 4 Republic of Indoensia Law Number 23 Year 2002)

Every child shall be entitled to rest and enjoy free time, to mix with other children of his/her own age, to play, enjoy and recreation, and to give expression to his/her creativity in accordance with his/her interests, talents, and intellect for the sake of his/her personal development. (Chapter III, Article 11, Republik of Indonesia Law Number 23 Year 2002).

Melihat perkembangan anak-anak di lingkungan yang paling dekat dengan kita, entah itu kerabat, saudara, teman, umumnya mereka tinggal dalam keluarga yang mapan, hidup di suasana harmonis, aman dan nyaman, serta terproteksi dan tercukupi semua kebutuhannya dengan baik, itulah gambaran umum anak-anak Indonesia. Anak-anak yang telah mendapatkan hak-haknya, mendapatkan kasih sayang, perlindungan dan pendidikan. Namun dibalik gambaran itu, sering kali kita melupakan kenyataan bahwa masih ada begitu banyak anak-anak yang belum mendapatkan hak-haknya sebagai anak Indonesia. Anak-anak jalanan contohnya.

Seringkali rasa tak tega muncul saat melihat segerombol anak-anak kecil, bahkan ada diantaranya masih berusia balita berkeliaran hilir mudik di sepanjang jalan, mencari nafkah dan hidup keseharian mereka berada di luar rumah, tak jarang sejak pagi buta hingga larut malam masih bekerja mengemis dan mengamen di jalanan.
Banyak pertanyaan kemudian timbul, bagaimana sesungguhnya tanggungjawab orangtua mereka, apa peran orangtua dalam keadaan itu ? Apa saja yang mereka alami saat hidup di jalanan ? Bagaimana harapan dan perasaan mereka tumbuh di jalanan ?

Begitu banyak pertanyaan dan rasa kasihan melihat anak-anak jalanan itu, mereka tumbuh dan berkembang bersama dunia yang keras, kejam dan liar, tak ada tempat bagi mereka untuk sebuah kelembutan, untuk sebuah kasih sayang, yang ada hanya kekerasan. Karena bagi anak-anak jalanan tak ada kewajiban dan tanggungjawab yang dijalankan oleh orangtua dalam tumbuh kembang anak-anak itu. Mereka jauh lebih menderita daripada yang mampu kita pikirkan. Sebagian besar dari mereka, tak pernah ingin menjadi anak-anak jalanan, mereka menjalani dengan segala keterpaksaan, keadaanlah yang memaksa untuk melakoni peran sebagai anak jalanan, entah karena sebab orangtua yang memaksa mencari nafkah, entah karena di rumah mereka menjadi korban kekerasan orangtua dan orang-orang dewasa disekitar mereka.
Anak-anak itu sering kali mendapatkan penyiksaan fisik, psikologis maupun penyiksaan seksual. Merekalah yang paling rentan dan paling sering mendapatkan kekerasan dibandingkan anak-anak lainnya. Tiada hari tanpa kekerasan bagi mereka.

Mereka, tentu saja jika boleh memilih, tidak ingin dilahirkan menjadi anak-anak orang miskin.
"Siapa sih yang mau hidup miskin .....??" Tentu saja tidak ada. Setiap orang lebih memilih menjadi kaya, hidup penuh kemudahan, tidak ada penderitaan, dan segala sesuatu dapat dibeli dengan mudah, karena uang dan jabatan. Semua kemudahan dan martabat yang dimiliki oleh orang-orang kaya menjadikan segala etika menjadi tolok ukur dan utama dalam suatu sosialisasi kehidupan.
Tak heran jika etika adalah sesuatu yang ajaib bagi anak-anak jalanan, sehingga selalu mereka di cap sebagai preman dan perusak pandangan mata orang-orang kaya, dengan tingkah laku dan sikap yang mencerminkan keboborokan moral dan mental, jauh dari kata sopan santun beretika. Seharusnya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap buruk kepada mereka.
Jika mereka tidak memiliki etika, tentu saja kita dapat mengerti, atau setidaknya mencoba untuk mengerti, kekerasan hiduplah yang membuat mereka menjadi seperti itu, pengalaman hidup di jalanan seperti hidup di alam liar, tak ada etika, tak ada aturan, tak ada rambu-rambu kehidupan, semua berjalan dengan kekerasan, siapa yang kuat dia yang menang. Mereka hanya dapat belajar satu hal : "Kemampuan untuk bertahan hidup"

Pengalaman hidup di jalanan, membuat anak-anak itu mengerti bagaimana proses bertahan hidup, untuk dapat selamat, agar dapat tetap makan, atau bahkan agar dapat bernafas dengan bebas. Setiap saat mereka bertarung untuk itu. Jadi, bagaimana mereka dapat mengerti seperti apakah beretika itu ?? Jangankan untuk ber-etika, berpendidikanpun mereka tak bisa, bahkan makan teratur seperti halnya anak-anak kita pun tak pernah mereka dapatkan.

Bagi mereka, tak ada nyanyian "ambilkan bulan bu ......!!" yang didendangkan untuk pengantar tidur, tak ada makna kasih sayang dan curahan cinta ibu. Kasih sayang adalah kerja keras yang harus mereka lakukan untuk menyetor sejumlah uang kepada ayah atau ibu di penghujung hari. Tak ada bahasa cinta antar orangtua dan anak, bahasa cinta bagi mereka hanyalah umpatan dan kata-kata kasar ....
Belum lagi kekerasan seksual, yang mereka alami, anak perempuan dan laki-laki, semua berpotensi mengalami hal itu. Sodomi, pemerkosaan anak-anak di bawah umur, dilakukan tidak saja oleh orang-orang di sekitar mereka, namun juga dilakukan oleh orangtua kepada anak. Semua itu adalah sesuatu hal yang wajar dalam hidup mereka.

Segala hal terburuk dari sebuah kehidupan, segala hal negatif yang ditawarkan oleh hidup, begitu dekat dan menjadi santapan anak-anak jalanan setiap harinya, pelacuran, seks bebas, narkoba, kekerasan, penyiksaan fisik dan psikologis. Tak dapat mereka tolak, mereka terpaksa harus menerima dan mengalaminya dari hari ke hari, mereka tak pernah terlindungi, mereka tak ada yang melindungi, lingkungan tempat mereka tumbuh tak pernah melindungi. Mereka seringkali tak mampu mencari bantuan, dan ketika mereka melakukan hal tersebut, mereka lantas diperlakukan sebagai penjahat, dirampas kebebasannya.

Ini semua menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama, baik pemerintah, lembaga masyarakat, serta masyarakat secara luas, untuk berperan secara aktif membangun dan membenahi kehidupan sosial anak-anak jalanan, segala usaha dan upaya untuk menemukan solusi yang tepat dalam mengurangi kasus-kasus anak-anak jalanan, proses pendampingan dan kapasitas pelatihan-pelatihan bagi mereka yang bekerja dengan anak dan untuk anak semakin dikembangkan, penanganan anak-anak jalanan tidak dapat dilakukan asal-asalan, butuh komitmen yang kuat dan keras dalam mengupayakan agar mereka tidak lagi kembali ke jalanan.
Anak-anak itu juga bagian dari generasi penerus bangsa, menanggulangi masalah anak-anak jalanan tidak dapat hanya memberikan kepada mereka pendidikan formal saja, kehidupan yang mereka terima beserta seluruh permasalahannya, mereka terima karena berada dalam kondisi terendah baik ekonomi dan sosial, sehingga pendidikan formal saja tidak akan menyelesaikan permasalahan, pendidikan informal justru jauh lebih penting selain pendidikan formal, mereka butuh pengakuan agar mau belajar tentang banyak hal. Mereka perlu pendekatan yang manusiawi, bagaimanapun mereka tetaplah anak-anak, yang juga membutuhkan masa bermain, membutuhkan kasih sayang dan perhatian.

Telah banyak lembaga-lembaga masyarakat yang memiliki komitmen kuat dalam menangani permasalahan anak-anak jalanan, banyak aktifis-aktifis yang mau berjuang demi perbaikan masa depan anak-anak itu. Para pendidik jalanan itu, memfokuskan kegiatan kepada mereka, untuk memberikan kepada anak-anak itu setitik harapan di tengah ganasnya kehidupan mereka.

Mari kita dukung upaya dalam mencapai masyarakat adil dan makmur bagi negara kita tercinta ini, dengan semakin memprioritaskan hak-hak anak, serta memperjuankannya bagi anak-anak kita. Jangan cukup hanya berhenti sampai titik mengasihani anak-anak jalanan, tanpa membantu mereka sama sekali.
Tak boleh ada kata menyerah dalam menghadapi tantangan, jangan berhenti hanya karena sebuah rintangan, kemajuan tercapai melalui suatu pengorbanan, tanpa itu semua, tak ada satu kemajuanpun yang dapat dicapai.


Dengan dua tangan ini, ibuku memeluk aku, merawatku ...
ini yang aku suka ....

Dengan dua tangan ini, ibuku memukul aku .......
ini yang aku benci !!





Sunday, May 18, 2008

Love, Peace, Faith and Harmony


In every day, whenever my husband comes from his office, he always wont his child shouted and fond embrance response from his child and his wife. He continuously more prefer hear his child shouted better more than a question about his activity in his office today. All tired meaning disappeared when he meet full of love and harmony responsed from his family, laugher even whine the children makes refresh his sense who has been tired.

Children should grow up in a family environtment, in an atmosphere of happiness, love and understanding, they must be living in harmonious family, for give them natural environment for the growth and well being children, they should be fully prepared to live an individual life in society and brought up in the spirit of peace, dignity, tolerance, equality and solidarity.
And family as the fundamental of society, should be afforded the necessary protection and assistance to their children, so that they can fully assume its responsibility within the community.

  1. Every child shall be entitled to know his/her parents, and to be brought up and cared for by his/her own parents.
  2. Should for any reason his/her natural parents not be able to guarantee the child’s growth and development, or the child has been neglected and/or abandoned, then the said child may be fostered or adopted as a foster or adopted child by other persons in accordance with the provisions of the laws and regulations in effect.(Chapter III, Article 7 Republic of Indonesia Law Number 23 Year 2002 )
  1. Every child under the care of his/her parents, guardians, or other persons who are responsible for his/her care, shall be entitled to receive protection from the following :
    • Discrimination
    • Exploitation of an economic or sexual nature
    • Neglect
    • Harsh treatment, violence and abuse
    • Injustice, and
    • Other forms of mistreatment.
2. Should a parent, guardian or person responsible for the care of a child subject a child to one of the forms of mistreatment referred to in Section (1) above, he/she shall be subject to legal sanction.(Chapter III, Article 13, Republic of Indonesia Law Number 23 year 2002)


Seperti halnya orang dewasa, anak-anakpun mengalami hal yang sama, saat mereka pulang sekolah, mereka juga butuh suasana nyaman tanpa terbebani pertanyaan-pertanyaan seputar pelajaran dan prestasi apa yang telah di raih selama satu hari di sekolah. Pertanyaan-pertanyaan yang acapkali merupakan tuntutan orangtua :

“Bagaimana hasil ulanganmu hari ini ?”,

“Berapa nilai yang kamu dapatkan untuk pelajaran IPS ?” ,

“Mengapa hanya mendapat nilai sekian untuk matematika?”

Sebaiknya bukan pertanyaan seperti itu yang diterima anak, saat mereka pulang ke rumah. Merekapun sama seperti halnya orang dewasa, membutuhkan suasana nyaman, suasana yang menyejukkan pikiran dan perasaan. Mereka memerlukan ungkapan, kata-kata dan tindakan yang membuat mereka dapat beristirahat setelah seharian berkutat dengan pelajaran dan segala kegiatan di sekolah dengan berbagai kemungkinan pengalaman dan peristiwa yang mereka dapatkan. Peristiwa yang kadang belum tentu menyenangkan, entah dimarahi guru, bertengkar dengan teman, mendapatkan nilai jelek, atau bahkan jatuh di sekolah saat bermain.

Anak-anak juga membutuhkan sambutan yang penuh cinta dan kasihsayang, tanpa beban kewajiban untuk melaporkan hasil pekerjaan mereka selama sehari di sekolah, berapapun nilai mereka, tanpa tekanan dari rasa ketakutan terpendam akan nilai mereka yang jelek.

Alangkah menyenangkan bagi mereka jika mereka mendapat sambutan penuh kasih :

”Halo sayang ...., sudah ada sepiring kentang goreng menantimu..lho !!”

”Selamat datang sayang, ... cium mama dong, kangen nih sehari engga ketemu!!”

Kata-kata dan kalimat yang melembutkan hati dan perasaan anak, ucapan itu mampu membuat anak merasa diterima, dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan, menyejukan dan menimbulkan ketenangan dalam hati dan pikiran anak.

Orangtua yang bijaksana akan memberikan suasana demikian kepada anak-anak mereka, hal tersebut merupakan cetusan dan ungkapan dari rasa cinta dan kasih sayang yang mendalam kepada mereka. Anak akan merasakan kepedulian orangtuanya, bahwa mereka sungguh dihargai, dicintai, didengarkan, serta diterima dan didukung disetiap aspek dasar kebutuhan-kebutuhan mereka bukan karena prestasi atau nilai yang mereka raih, melainkan murni sebagai pribadi.

Manakala orangtua tidak dapat menyambut anak-anak pulang dari sekolah, banyak cara untuk mengungkapkannya, dengan cara meninggalkan surat/pesan/catatan yang berisikan ungkapan rasa cinta kepada anak, menyempatkan diri untuk menghubungi anak untuk berbincang dengan mereka sebagai ungkapan perhatian dan kasih sayang. Catatan/surat serta suara melalui pesawat telephone seringkali merupakan media yang sangat efektif dan terbaik untuk mengakrabkan hubungan antara orangtua dan anak. Selain memberikan suasana penuh kehangatan cinta, semua itu justru membantu usaha orangtua untuk menjalin hubungan harmonis terbuka antara orangtua dengan anak-anak mereka.

Sebaliknya, suasana tertutup terjadi apabila pembicaraan orangtua dan anak-anak hanya berjalan satu arah, pembicaraan dilakukan orangtua hanya untuk menegur kesalahan anak, ketika orangtua menjadi pihak yang paling benar atas segala hal dari anak, ketika orangtua hanya mau anak mendengarkan, menyetujui dan melaksanakan semua aturannya.

Pernyataan-pernyataan akan potensi dan kekurangan anak, yang bersifat tuntutan, seperti halnya:

”Dasar bodoh, begini saja tidak bisa ..!!”,

”Pekerjaanmu di kelas itu ngapain ..., dapat nilai kok cuma lima !!!”

Hal-hal seperti itu sangat menyakiti hati anak, mereka tentu saja dengan cara kanak-kanak mereka, telah berusaha untuk meraih segala sesuatunya dengan benar, namun tidak juga mendapatkan sedikitpun penghargaan dari orangtua mereka.

Suasana harmonis, hubungan penuh kemesraan dan kenyamanan antara masing-masing anggota keluarga, saling mengungkapkan segala persoalan dan masalah serta isi hati yang mendalam, tidak dapat datang begitu saja. Hal tersebut perlu ditanamkan dengan pola sikap, contoh dan kebiasaan dalam kehidupan berkeluarga sehari-hari sedini mungkin. Hal tersebut tidak dapat secara instan terjadi begitu saja, masing-masing anggota keluarga harus mengupayakan secara terus menerus, terutama dari pihak orangtua. Dengan cara berdiri sejajar dengan anak-anak, agar kita sebagai manusia dewasa mampu memahami cara pandang, pola pikir anak-anak. Dengan demikian tidak hanya anak-anak yang jamak dituntut oleh orangtua, namun orangtualah yang seharusnya menuntut dirinya sendiri untuk mengerti dan memahami kebutuhan dasar bagi tumbuh kembang anak-anak.

Kecenderungan orangtua untuk mudah menghakimi kesalahan-kesalahan anak sebaiknya dikurangi atau justru dihilangkan, terlalu seringnya menggunakan kata-kata ”tidak”, ”jangan” untuk sebuah persoalan kecil yang memberikan kenikmatan kepada anak (contoh, saat anak terburu-buru menghabiskan makan untuk segera bermain dengan anjingnya: ”Jangan lari kencang-kencang...!!!”, ”Jangan bermain setelah makan ...!!”, ”Jangan tinggalkan ...... dan lain-lainnya ), hal-hal seperti itu memicu anak menjadi musuh orangtua, mereka seolah dituntut untuk selalu mengekang diri. Beberapa batasan dan kekangan memang diperlukan, tetapi orangtua harus memperlunak peranannya agar jangan sampai membangkitkan sikap permusuhan pada anak-anak. Tidak sedikit orangtua yang belum menyadari bahwa kekerasan yang dialami anak-anak, terutama yang berasal dari orangtua berdampak cukup berat terhadap perkembangan kepribadian anak. Jika anak dibesarkan dengan celaan, anak akan belajar memaki, jika anak di besarkan dengan permusuhan maka anakpun akan belajar berkelahi, apabila anak dibesarkan dengan cemoohan, maka anak akan menjadi pribadi yang rendah diri.

Memang, menjadi orangtua tidak semudah membalikkan tangan, membawa anak-anak ke dalam proses pendewasaan diri tumbuh sebagai pribadi dewasa yang bertanggungjawab, menuntut orangtua bersikap penuh keharmonisan dan selaras dalam menyeimbangkan peran orangtua. Dengan kesadaran dan tanggung jawab yang semakin ditumbuhkan bahwa anak-anakpun memiliki hak-haknya, untuk di dengar, di hargai, dihormati, di dukung serta di cintai selayaknya manusia dewasa, akan membawa perubahan sikap dan cara pandang baru, bagaimana menghadapi anak dengan cara berbeda.
Lebih baik mengajak anak duduk bersama berbicara dari hati ke hati saat anak melakukan suatu kesalahan, daripada berkata kasar, mencela, menyalahkan atau bahkan melukai fisik anak, sebisa mungkin orangtua mampu memahami dan mencari sebab mengapa anak melakukan tindakan tersebut. Dengan demikian orangtua akan terbiasa dengan pola dan ekspresi anak saat tumbuh melewati fase perkembangan, orangtua dapat membantu mengelola emosi anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Melalui hal itu, anak telah diberi kesempatan untuk belajar dari kekeliruan yang telah mereka perbuat sehingga di kemudian hari mereka semakin dimatangkan dalam proses membangun rasa percaya diri, untuk masuk ke dalam kedewasaannya.

Anak-anak berhak disambut dengan penuh cinta dan hidup dalam suasana penuh keharmonisan keluarga.
Keluarga sebagai kelompok masyarakat alami paling dasar, sebagai pilar bernegara berhak memperoleh perlindungan dan bantuan menyeluruh. Karena tanggung jawab utama untuk melindungi, mendidik dan mengembangkan kepribadian serta potensi anak-anak terletak pada keluarga. Keluarga adalah unit dasar dari masyarakat, sehingga harus diperkokoh untuk menjadi sebuah komunitas masyarakat yang sehat. keluarga adalah lingkungan alami bagi pertumbuhan dan kesejahteraan semua anggotanya dan secara khusus anak-anak, dan oleh karenanya keluarga memiliki potensi terbesar dalam perlindungan anak dalam memberikan keamanan fisik dan emosional.

Privasi dan otonomi keluarga dihargai dalam semua kalangan masyarakat dan hak atas kehidupan berprivasi dan kehidupan keluarga, rumah dan hal lain terkait dijamin oleh intsrumen hak asasi internasional ( Sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom, dan Pasal 17 International Convenant on Civil and Political Rights).

Menghapuskan dan merespon kekerasan terhadap anak mungkin merupakan tantangan yang sangat besar bagi keluarga, karena dipandang oleh sebagian besar orang sebagai wilayah pribadi yang paling pribadi. Meskipun demikian, hak-hak anak atas kehidupan, kelangsungan hidup, perkembangan, martabat dan integritas fisik tidak dapat berhenti begitu saja di depan pintu rumah keluarga.

Setiap lembaga masyarakat harus menghormati Hak Anak dan menjamin kesejahteraan anak serta memberikan bantuan yang layak kepada orangtua, keluarga, wali hukum dan pihak-pihak lain yang mengasuh anak-anak itu agar supaya anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal, dalam lingkungan yang aman, stabil, serta dalam suasana bahagia, penuh kasih dan pengertian dengan mencamkan bahwa di dalam sistem politik, sosial dan budaya yang berbeda terdapat berbagai macam bentuk keluarga.


Tak ada yang bisa membawa waktu,
untuk kembali
kepada masa anak-anak

masa di mana anak-anak tumbuh berkembang
Waktu ...
yang terasa begitu singkat bagi orangtua,
untuk tetap mendekap erat,
melindungi dalam erat pelukan
Waktu ...
yang akan membawa mereka pergi
membawa jarak bagi binar mungil mereka
Jangan tukar hari-hari ini dengan kekerasan....
Karena waktu mereka teramat singkat,
masa mereka membuka mata,
tersenyum kepada kita,
mengenal raut wajah kita,
masa mereka menggenggamkan tangan mungilnya
masa bagi kita untuk menuntun langkahnya.
Segala hal boleh menunggu,
segala sesuatu boleh ditunda,
namun masa kanak-kanak tidak dapat ditunda,
Kelak,
akan ada waktu bagi kita,
saat mana tak akan ada lagi kemarahan,
kekesalan dan kelelahan
atas kenakalan anak-anak,
Kelak,
akan ada waktu bagi kita untuk merindukan,
masa-masa lelah mengasuh anak-anak.

Anak-anakku,
pada saat itu, ayah dan ibu akan menengok kepada hari ini,
hari di mana kalian masih bertengkar berebut mainan,
untuk mengenang kembali apa yang ayah ibu rasakan.
Ketahuilah anak-anakku,
inilah masa yang amat membahagiakan kami,
Masa, waktu dan tempat
saat ayah dan ibu masih bisa bermain bersama kalian.
Ayah dan ibu senantiasa berdoa,
agar kelak ada waktu
ada kesempatan bagi kami,
untuk dapat melihat
kalian

tumbuh menjadi manusia-manusia dewasa yang bijaksana
penuh tanggungjawab.
Semoga Tuhan senantiasa memberi kebijaksanaan
kepada kita para orangtua
untuk dapat melihat,
untuk dapat mengerti,
bahwa hari ini,
adalah hari ayah dan ibu
untuk senantiasa berada di samping anak-anak,
Anak-anakku,
ketahuilah bahwa dalam perjalanan hidup kalian,
tak ada satupun masa yang tak penting
Ayah dan ibu tidak akan pernah mengabaikan kebutuhan kalian
tidak akan pernah meninggalkan kalian,
ayah dan ibu senantiasa memohon bimbinganNYA,
untuk menerima kalian,
dengan senang hati,
dengan kesabaran,
dengan kasih cinta yang tak pernah berkurang,
Karena anugerahNYA, ayah dan ibu menyadari,
bahwa .....
waktu kami tidak lama .....
Waktu kami adalah,
SEKARANG ......
karena kalian tidak akan menunggu ....
(dee's letter for all the children in the world)


- deefsm -
Powered By Blogger
 
Copyright 2009 CHILDREN ARE THE FUTURE Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Sponsored by: Premium Templates | Premium Themes. Distributed by: blog template